Berbeda pula dengan kebanyakan kapal layar historis buatan ‘Barat’ yang buritannya bersegi-empat, perahu-perahu tradisional Nusantara pada umumnya berburitan lancip; dan sementara lunas dan linggi, balok kayu haluan dan buritan kapal ‘Barat’ sering lurus dan dipasang secara bersudut, pada kebanyakan perahu Nusantara lunas dan linggi melengkung bak bulan yang baru.
Bagaimana pun, para pelaut dan pengrajin perahu sejak terdahulu
“sangat tertarik akan penerapan berbagai inovasi yang memudahkan dan mengefisienkan lalu lintas laut. Dalam sektor masyarakat itu terdapat banyak orang yang bersedia dan berkemauan untuk berinovasi, dan [mereka] sama sekali tidak bekerja dengan mengikuti tradisi-tradisi saja” (1, hlm. 149) – alhasil, sudah jauh sebelum kedatangan para saudagar-advonturir Eropa mereka mengadopsi berbagai teknologi yang mereka saksikan pada kapal asal luar Nusantara, dan mengintegrasikannya dalam tradisi kemaritiman Nusantara yang sudah berlangsung ribuan tahun. Perpaduan berbagai teknologi inilah yang menjadi dasar bagi tipe-tipe perahu yang kini dapat kita temui. Salah satu tugas program riset ini adalah mendokumentasikan jenis-jenis perahu Sulawesi Selatan, baik yang masih eksis maupun yang sudah tidak digunakan lagi.